Selasa, 10 Mei 2011

SUUDZON KEPADA ALLAH


Buruk sngka kepada Allah merupakan penyakit hati yang paling berbahaya. Orang yang mempunyai penyakit hati ini selalu berperasangka negatif kepada janji Allah, tidak yakin akan datang pertolongan-Nya,  dan tidak percaya terhadap dukungan Allah yang akan diberikan kepada mereka yang berjuang di jalan-Nya.  Padahal dalam banyak ayat Allah SWT telah memberikan janji bahwa Dia akan memberikan jalan keluar dari segala persolan yang membelit seseorang, asalkan orang itu beriman dan bertaqwa. Firman-Nya:
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” QS. Muhamad yat ke-7
Ketika seseorang ditimpa musibah atau bencana alam, rasa husnuzzon kepada Allah harus terus dibangun. Bahwa dalam musibah yang kita alami  boleh jadi di baliknya ada sebuah kebaikan yang akan kita dapatkan. Bencana alam yang terjadi tidak boleh menjadikan kita berprasangka buruk kepada Allah. Karena di balik bencana itu ada rahasia Allah yang kita tidak dapat memahaminya. Rizki yang  ”pas-pasan” – menurut kita -  juga tidak boleh menjadikan kita tidak tsiqoh atau bersikap suuzon kepada-Nya dan lebih menggantungkan diri kepada makhluk, kepada manusia, kepada atasan dan lain-lainnya, ungkapan orang yang mengatakan:  ”Mencari rizki yang haram saja susah apalagi yang halal?”, adalah ungkapan kebodohan,  ketidaktsiqohan  dan suudzon kepada Allah.  Karena  Dialah Allah Maha Pemberi Rizki yang senantiasa menyiapkan kebutuhan bagi semua makhluk ciptaan-Nya. Jadi, di balik pendapatan yang ”pas-pasan” itu ada kebaikan buat kita di dunia dan di akhirat kelak. Boleh jadi dengan pendapatan yang  sedemikian itu, menjadikan kita sadar dan giat beribadah, sebaliknya jika diberikan kelebihan menjadi lalai dan lupa diri. Demikian pula dalam hal jodoh adalah rahasia Allah kepada hamba-Nya yang telah ada ketentuannya di lauhil mahfuz.
Allah SWT mencela orang yang suuzon kepada-Nya dan menyatakan bahwa sikap itu termasuk sifat-sifat kebodohan Jahiliyah. Firman-Nya:
”Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah” QS Ali Imran:154
”Dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa.” al-Fath: 12
Maka marilah kita selalu berfiir positif dan berprasangka baik kepada Allah, karena Allah senantiasa bersama prasangka hambanya. Jika kita berprsangka baik, maka kebaikan juga selalu akan bersama kita. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan: Bahwa Allah berkata ”Aku bersama prasangka hamba-Ku..”

Minggu, 08 Mei 2011

SUUDZON KEPADA SESAMA MUSLIM

Orang yang suudzon selalu selalu memandang buruk segala hal. Melihat orang tersenyum dikira mencibir, orang yang diam dikira sombong, ada yang rajin infak, dikiranya sok darmawan, orang yang rajin ke msjid dituduh alimunuddin alias sok alim, orang yang bersikap kritis dianggap melawan, orang yang selalu mentaati perintah diangap tidak kreatif dan tidak punya inisiatif, orang yang memberi masukan dianggap membunuh karakter, dan sebagainya. Lebih jauh dalam konteks sekarang opini publik digiring oleh media kafir agar mempunyai  sikap suudzon kepada sesama muslim dengan alasan kewaspadaan. Sehingga melihat orang yang memakai cadar, orang yang yang memakai gamis, orang yang aktif di pengajian, orang yang komitmen kepada kebenaran dan aktif memperjuangkan  tegaknya syriat, orang yang berjenggot, orang yang jidatnya hitam ditududuh sebagai fundamentalis atau bahkan teroris

Suudzon ini merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat menimpakan musibah kebinasaan kepada masyarakat. Stigma buruk seperti contoh di atas menyebabkan sebagian kalangan yang imannya lemah manjadi takut untuk bersikap kritis dalam memperjuangkan kebenaran. Oleh karena itu upaya untuk melemahkan semangat membabat kebatilan terus diupayakan. Sekarang saja kita melihat bagaimana upaya melemahkan  KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) - sebuah lembaga yang dianggap superbodi  untuk melawan korupsi yang sekarang ini tidak seheroik masa-masa awal berdirinya. Demikian pula para politisi yang memang memperjuangkan kebenaran dicarikan  celah-celah yang dapat melemahkan mereka. Dibuatlah rekayasa dari A sampai Z, dari Alif hingga Ya, yang dapat menggiring opini bahwa mereka juga bermental bobrok dan jahat. Tidak penting lagi apakah tuduhan itu terbukti atau tidak, tidak perlu lagi ada pengadilan untuk membuktiikan tuduhan-tuduhan jahat itu, yang jelas opini digiring untuk memberikan hukuman dan stigma buruk bagi mereka. Maha benar Allah yang telah menyatakan dalm firmannya:  
”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” QS. Al-Hjurat ayat 6

Tentu saja sebagai seorang Muslim, kita harus memandang persoalan secara jernih tidak mudah terprovikasi dan tidak pula menjadi provokator dalam penyebaran fitnah dan tuduhan-tuduhan jahat kepda sesama muslim. Karena setiap muslim adalah saudara bagi sesamanya, karena setiap muslim adalah saudara sedarah yang harus saling membela satu sama lain.  Perasangka-perasangka buruk yang ada dibenak kita adalah pikiran-pikiran kotor yang harus kita bersihkan, dan tidak dijadikan  dasar dalam mengambil keputusan, walaupun perasangka-persangka buruk  itu dikemas dengan alasan hasil analisa pengamat – yang kadang dijadikan rujukan – atau bahkan hasil survei sekalipun. Semua itu boleh saja kita terima sebagai sebuah masukan yang perlu  tabayun dan bukan dijadikan dasar untuk mengambil keputusan. Yang perlu diingat pula bahwa semua perasangka atau  analisa seseorang atas sebuah peristiwa, boleh jadi mempunyai tujuan tertentu. Dengan kata lain prasanga-prsangka itu tidak terlepas dari pengaruh hawa nafsu:
”Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.” QS  an-Najm: 28

Demikian pula kita harus menyadari bahwa  suudzon adalah  perbuatan yang termasuk dosa besar Firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” al-Hujurat: 12  - Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.

Minggu, 01 Mei 2011

KHLAS ITU NI’MAT, IKHLAS ITU KEKUATAN

IKHLAS ITU NI’MAT

Secangkir teh yang disuguhkan isteri tercinta akan menjadi sangat ni’mat bila sang isteri menyiapkannya dengan penuh ikhlas. Uang belanja yang diberikan sang suami akan sangat bermanfaat karena diberikan dengan kerelaan menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga dengan penuh tanggung jawab. Begitu pula kehidupan sumi isteri menjadi hangat karena rumah tangga dibangun dengan fondasi ikhlas dengan tujuan ibadah kepada Allah SWT. Segala aktifitas rumah tangga akan berjalan dengan kerelaan tanpa pemaksaan dan keterpaksaan. Keindahan pun tak kan berlalu karena bulan madu terjadi sepanjang waktu.

Seorang mukmin yang ikhlas terbebas dari kesengsaraan penyembahan kepada selain Allah. Dikatakan dalam sebuah hadits: ”Kesengsaraan bagi hamba dinar, hamba dirham dan hamba uang. Sedangkan orang mu’min berbahagia karena ibadahnya kepada Allah semata.”

Rasulullah SAW bersabda: ”Siapa yang menjadikan berbagai hasrat menjadi satu hasrat (keinginannya tidak bercabang-cabang) maka Allah mencukupkannya dengan hasrat dunia. Dan orang yang hasratnya bercabang-cabang, Allah tidak memperdulikannya, di penjuru dunia mana pun dia mengalami kebinasaan” (Diriwayatkan Al-Hakim dan al-Baihaqi)

Beliau juga bersabda: ”Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah memecah-mecah urusannya dan menjadikan kemiskinan ada di depan matanya, dan dia tidak mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang menjadikan akhirat merupakan niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada dalam hatinya dan dunia pun menghampirinya, dan dunia itu adalah sesuatu yang hina.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah).

IKHLAS ITU KUAT
Rasulullah SAW bersabda: ”Tatkala Allah menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah menciptakan gunung dan kekuatan diberikan kepadanya yang ternyata ia diam, Maka para malaikat pun heran terhadap penciptaan gunung itu. Mereka bertanya: Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada gunung? Allah menjawab: ’Ada, yaitu besi’. Mereka pun bertanya: Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada besi? Allah menjawab: ’Ada, yaitu api’. Mereka pun bertanya: Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada api? Allah menjawab: ’Ada, yaitu air’. Mereka pun bertanya: Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada air? Allah menjawab: ’Ada, yaitu angin?’ Mereka pun bertanya: Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada angin? Allah menjawab: ’Ada, yaitu anak Adam yang mengeluarkan shodaqoh dengan tangan kanannya sedang tangan kirinya tidak mengetahui. (Hadits Gharib diriwayatkan oleh At-Tirmizi dan Ahmad)

Sumber: Niat dan Ikhlas, Dr. Yusuf Qaradawi, dll.

Rabu, 27 April 2011

Maafi Faedah !

Maafi Faedah ! adalah juga ungkapan kekesalan yang bermakna kira-kira "Nggak ada gunanya!".  Biasanya kalimat itu diungkapkan dan ditujukan kepada orang atau anak buah yang tidak dapat menjalankan tugas sesuai keinginan boss atau kepada orang yang tidak memberikan kontribusi yang berarti baginya sehingga dikatakan pula kepadanya: Wujuduhu ka'adamihi: Keberadaannya sama dengan ketiadaannya.
Maafi Faedah!  adalah sebuah ungkapan yang  menunjukkan kesombongan sekaligus kebodohan, karena jelas-jelas Allah SWT. menciptakan semua makhluknya dengan faedah tertentu. Dia telah berfirman dalam al-Quran: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu[33]. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah[34], dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (al-Baqarah:26)

          Pada sisi tertentu boleh jadi seseorang  tidak mempunyai kontribusi yang berarti,  tetapi pada sisi lain ia dapat memberikan sesuatu yang sangat signifkan tanpa sepengetahuan orang lain bahkan mungkin dia sendiri tidak mengetahui kemanfaatan dirinya…
Maafi Faedah! Boleh jadi sebuah sebuah ungkapan yang memacu seseorang untuk lebih memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Bukankah Rasulullah SAW  memberikan arahan kepada kita: "Khairunnas anfa'uhum linnas" (sebaik-baik manusia adalah yang memberikan kemanfaatan bagi manusia).  Keberadaan kita harus dirasakan kemanfaatannya, terlebih lagi bagi seorang  Mukmin. Rasulullah mengatakan bahwa seorang yang beriman semua gerakanya dan  setiap jengkal waktunya  selalu memberikan manfaat bagi orang lain: "Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti lebah, jika ia hinggap meninggalkan madu..." Dan sebaliknya janganlah menjadi seperti  lalat yang  setiap hinggap meninggalkan penyakit.
Jadi, jika tidak memberikan manfaat  janganlah menjadi  sumber keresahan, sumber qodoya dan sumber segala persoalan. jadilah orang yamg memberikan manfaat, dan jangan menjadi orang yang suka memanfaatkan (ahlul intifa') atau menjadi orang yang selalu  dimanfaatkan. Dan jadilah orang yang 'adamuhu kawujudihi -  ketiadaannya sama dengan keberadaannya, karena transfer nilai amalnya terus mengalir walau pun sudah berada di alam lain.

MA'INDAKA MUKH !!! (Sebuah Ekspresi Kemarahan)

Siang tadi salah seorang kawan kerja dimarahi  bossnya yang berambut kriting dengan kalimat kemarahan: “Ma ‘Indaka mukh !” Sang kawan merasa enjoy saja.. tentu bukan karena ma ’indahu mukh tetapi mungkin karena ia tidak faham makna kalimat itu atau sudah pasang muka tebal karena saking seringnya mendapat umpatan yang sama. Ma ‘Indaka mukh! Kalau diartikan kalimat itu kira-kira bermakna: ”Dasar nggak punya otak !” Ya, sebuah kalimat kejengkelan yang  untuk sebagian orang cukup menyakitkan.
Kemarahan  bisa diekspresikan dengan bermacam-macam cara. Bagi atasan memang mudah saja dia ngomel seenaknya, karena dia yang pegang kebijakan. Tetapi bagi karyawan bawahan hanya bisa mengelus dada atau melampiaskannya di rumah. Kalo dibiarkan tanpa pelampiasan, bisa menimbulkan stress, tumbuhnya jerawat  dan berbagai penyakit lainnya. Bagi seorang syaikh, pendidik atau murobbi tentu ungkapan kemarahannya berbeda dengan luapan kemarahan seorang sopir Metromini. Memang manakala emosi sudah naik ke ubun-ubun biasanya orang lupa pada posisinya bahkan akan ’keluar’ watak aslinya. Namun sebagai bentuk akhlak maka luapan kemarahan semestinya harus dilatih sejak kecil. Karena akhlak itu bittakholluk dan al-hilm bittahallum (santun itu harus dilatih dengan sifat santun). Ungkapan-ungkapan kalimat thoyibah harus dilatih pada anak-anak kita sejak balita dan sebaliknya menghindari mereka dari sumpah serapah dan caci maki kasar.
Ma ‘Indaka mukh! Mungkin terinspirasi dari cerita berikut: Dikisahkan bahwa dalam sebuah kecelakaan bis yang ditumpangi rombongan anggota parlemen antar negara telah menyebabkan semua penumpangnya geger otak kecuali rombongan parlemen  yang sedang melakukan studi banding tentang pembangunan gedung baru di negerinya. Sungguh menakjubkan sang dokter forensik yang memeriksanya pun heran. Kenapa? Setelah diperiksa ternyata rombongan dari negeri itu memang: Ma fi mukh !alias otaknya nggak ada.
Dalam kisah lain diceritakan bahwa  seorang pejbat koruptor yang dijatuhkan hukuman mati  ditembak  pada bagian otaknya tapi nggak mati-mati. Sang ekskutor  regu tembak heran, kenapa? Sang komandan membisiki anak buahnya itu: “Coba kau tembak  dengkulnya.” Betul saja, setelah peluru mengenai dengkulnya dia langsung koit. Kenapa?  Ternyata otaknya ada di dengkul !

Minggu, 24 April 2011

MARAH YANG TERPUJI


Tidak semua marah merupakan sifat tercela, ada sifat marah yang dibolehkan bahkan merupakan sebuah keharusan. Marah yang dibolehkan dan merupakan sifat terpuji itu adalah marah karena Allah Subhanahu wata’ala.Yaitu marah yang disebabkan dilanggarnya kehormatan agama,  seperti marah ketika kesucian aqidah ini dihujat, marah karena dilecehkannya Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, marah karena syari’at Allah dipermainkan, atau marah karena dilecehkannya kehormatan, darah dan harta  kaum muslimin.  
Sebagai contoh sederhana adalah bahwa kita harus marah melihat anak belum melaksanakan sholat padahal dia sudah kelas enam SD, bahkan sebagai upaya mendidik, boleh  memukulnya dalam batas-batas kewajaran. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Abu Dawud dari Ibnu Amr bin Ash  Rdiallahu Anhu  bahwa Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Perintahkanlah anakmu melaksanakan sholat pada usia tujuh tahun dan pukullah ia - jika belum melaksanakan sholat - pada usia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”  Seorang pendidik  atau pimpinan  boleh memarahi anak buahnya bahkan memberikan hukuman jika ia melanggar aturan-aturan syar’i. Karena ’marah’  memang salah satu tugas pemimpin dalam menegakkan kedisiplinan. Tentu saja marah yang dimkasud adalah marah yang mengandung nilai-nilai tarbawi  atau bernilai edukasi, bukan marah yang disertai dendam kesumat dan kebencian sampai ke ubun-ubun. Demikian juga marah terhadap penguasa zalim yang menindas rakyatnya, adalah sebuah kemaraha dalam upaya memperbaiki keadaan. Sebagaimana kemarahan yang diekspresikan jutaan rakyat Mesir dalam menumbangkan penguasa dikatator, dan mengekspresikannya dalam aksi besar pada sebuah hari yang mereka namakan dengan Yaumul Ghodob atau hari kemarahan, dan akhirnya kemarahan itu pun menjadi jalan untuk mengusir pemimpin dictator yang telah puluhan tahun berkuasa.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam adalah orang yang tidak pernah marah, namun ketika kehormatan agama ini diganggu, kemarahan beliau tak dapat dibendung. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari disebutkan bahwa: ”Sesungguhnya Nabi Salallahu Alaihi Wasallam adalah orang yang lebih pemalu dari para gadis pingitan, jika melihat sesuatu yang dibencinya, akan diketahui dari wajahnya.” Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa: ”Sesungguhnya Nabi Salallahu Alaihi Wasallam tidak pernah marah terhadap sesuatu, namun jik larangan-larngan Allah dilanggar, maka ketika itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi rasa marahnya.” (Riwayat Imam al-Bukhari, Muslimdan yang lainnya).
Namun dalam mengekspresikan kemarahan harus melihat contoh dari Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam. Bahwa marah terhadap kemaksiatan itu arus tetap berada dalam batas-batas kewajaran atau masih dalam koridor syar’i. Sehingga marah itu tetap bernilai ibadah. Dengan kata lain jangan sampai mengekspresikan kemarahan - dalam rangka amar ma’rup nahyi munkar - dilakukan secara membabi buta, menghantam ke sana-kemari yang justeru memperparah keadaan. Rasululah dan para sahabatnya telah memberikan contoh dalam ini. Dalam sebuah peperangan salah seorang sahabat tidak jadi menghabisi seoarng kafir yang sudah terdesak karena si kafir itu meludahi muka sahabat itu, kenapa? Karena sahabat itu takut dia membunuhnya karena emosi pribadi, bukan karena Allah...

Sabtu, 23 April 2011

NGAMBEK DAN MARAH DI JALAN DA'WAH


Ngambek  merupakan   ungkapan kemarahan terhadap suatu keadaan yang bertentangan dengan keinginan sesorang. Gejala orang yang ngambek biasanya meninggalkan begitu saja tugas atau amanah yang semestinya dia jalankan. Kemudian dia ’menghilang’ susah dihubungi, sulit diajak komunikasi sehingga menyulitkan orang lain.   Dengan bersikap ngambek mungkin seseorang ingin difahami keinginannya, namun dia tidak mau atau tidak bisa berterus terang (tidak mushorohah), dengan ’ambeknya’ itu dia bermaksud memberi pelajaran kepada orang-orang tentang sesuatu yang tidak disukainya. Ngambek juga  bisa terjadi  karena sesuatu yang ideal yang diinginkan tidak tercapai.  Seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan, atau seseorang yang tidak dapat mencapai pringkat juara, lantas dia pun ngambek. Dalam konteks organisasi, sikap ngambek biasanya terjadi ketika pendapat seseorang tidak diamini, atau ketika jabatannya digeser dalam struktur kepengurusan.  juga karena kondisi ideal yang dia harapkan tidak ditemukan sementara dia tidak sabar menunggu kondisi ideal itu dapat tercapai. Alih-alih dapat memperbaiki, justeru dengan sikap ngambek akan memperparah keadaan, bagi yang ngambek akan merugikan dirinya sendiri apalagi melampiaskan ngambeknya itu dengan mengundurkan diri dari kebersamaan orang-orang soleh dan bergabung dengan barisan syaitan. Namun sebliknya bagi seorang syaikh atau murobbi atau seorang pendidik yang bijak dapat mencermati gejala ini dan dapat membujuk anak buahnya yang ngambek sehingga dapat berterus terang dan dapat kembali ke asolah da’wah ini, jangan justeru bersikap ngambek juga. Kalau  anak buahnya ngambek dan pemimpinnya ngambek juga, maka jadilah organisasi itu kumpulan orang-orang ngambek.
Sebenarnya sah-sah saja bila seseorang ingin ngambek, karena hal itu berkaitan dengan karakternya Namun sebagaimana misi diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, maka sebagai seorang muslim apalagi sebagai da’i ilallah, semestinya seseorang ketika telah mengislamkan diri  juga mengislamkan karakternya itu – termsuk ngambek - sehingga sesuai dengan fitrah islam. Seperti halnya dengan marah, adalah juga hak seseorang untuk marah, Tapi kita harus ingat bahwa Rasulullah SAW telah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW telah memberikan wasiat kepada kita melalui jawaban atas  permintaan nasihat oleh salah seorang sahabat. Sahabat itu mengatakan:”Berikanlah kepadakau sebuah wasiat” Nabi SAW   bersabda: ”Janganlah engkau marah ” Beliau pun mengulangi kalimat itu beberapa kali.
 Bila seseorang marah maka tertutuplah segala pintu kebaikan dalam dirinya, akalnya menjadi buntu, yang dia tahu hanyalah  terpenuhi tuntutan hawa nafsunya. Syaitan pun masuk melalui pintu amarah ini, menguasai dirinya dan mempermainkannya seperti anak kecil mempermainkan bola, menendangnya ke sana ke mari. Ibunu Qudamah menulis dalam bukunya  Mukhtashar Minhajul Qosidin : Ketahuilah bahwa marah merupakan bara dari api neraka. Selagi manusia disusupi marah, berarti dia disusupi syaitan, yang pernah berkata: ”Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah (al-A’raf: 12). Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Abdullah bin Umar RA sesungguhnya dia bertanya kepada Nabi SAW: ”Apa yang dapat menjauhkanku dari kemurkaan Allah Azza Wajalla?” Dia menjawab, ”Janganlah marah.”