Rabu, 27 April 2011

MA'INDAKA MUKH !!! (Sebuah Ekspresi Kemarahan)

Siang tadi salah seorang kawan kerja dimarahi  bossnya yang berambut kriting dengan kalimat kemarahan: “Ma ‘Indaka mukh !” Sang kawan merasa enjoy saja.. tentu bukan karena ma ’indahu mukh tetapi mungkin karena ia tidak faham makna kalimat itu atau sudah pasang muka tebal karena saking seringnya mendapat umpatan yang sama. Ma ‘Indaka mukh! Kalau diartikan kalimat itu kira-kira bermakna: ”Dasar nggak punya otak !” Ya, sebuah kalimat kejengkelan yang  untuk sebagian orang cukup menyakitkan.
Kemarahan  bisa diekspresikan dengan bermacam-macam cara. Bagi atasan memang mudah saja dia ngomel seenaknya, karena dia yang pegang kebijakan. Tetapi bagi karyawan bawahan hanya bisa mengelus dada atau melampiaskannya di rumah. Kalo dibiarkan tanpa pelampiasan, bisa menimbulkan stress, tumbuhnya jerawat  dan berbagai penyakit lainnya. Bagi seorang syaikh, pendidik atau murobbi tentu ungkapan kemarahannya berbeda dengan luapan kemarahan seorang sopir Metromini. Memang manakala emosi sudah naik ke ubun-ubun biasanya orang lupa pada posisinya bahkan akan ’keluar’ watak aslinya. Namun sebagai bentuk akhlak maka luapan kemarahan semestinya harus dilatih sejak kecil. Karena akhlak itu bittakholluk dan al-hilm bittahallum (santun itu harus dilatih dengan sifat santun). Ungkapan-ungkapan kalimat thoyibah harus dilatih pada anak-anak kita sejak balita dan sebaliknya menghindari mereka dari sumpah serapah dan caci maki kasar.
Ma ‘Indaka mukh! Mungkin terinspirasi dari cerita berikut: Dikisahkan bahwa dalam sebuah kecelakaan bis yang ditumpangi rombongan anggota parlemen antar negara telah menyebabkan semua penumpangnya geger otak kecuali rombongan parlemen  yang sedang melakukan studi banding tentang pembangunan gedung baru di negerinya. Sungguh menakjubkan sang dokter forensik yang memeriksanya pun heran. Kenapa? Setelah diperiksa ternyata rombongan dari negeri itu memang: Ma fi mukh !alias otaknya nggak ada.
Dalam kisah lain diceritakan bahwa  seorang pejbat koruptor yang dijatuhkan hukuman mati  ditembak  pada bagian otaknya tapi nggak mati-mati. Sang ekskutor  regu tembak heran, kenapa? Sang komandan membisiki anak buahnya itu: “Coba kau tembak  dengkulnya.” Betul saja, setelah peluru mengenai dengkulnya dia langsung koit. Kenapa?  Ternyata otaknya ada di dengkul !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar