Sabtu, 23 April 2011

NGAMBEK DAN MARAH DI JALAN DA'WAH


Ngambek  merupakan   ungkapan kemarahan terhadap suatu keadaan yang bertentangan dengan keinginan sesorang. Gejala orang yang ngambek biasanya meninggalkan begitu saja tugas atau amanah yang semestinya dia jalankan. Kemudian dia ’menghilang’ susah dihubungi, sulit diajak komunikasi sehingga menyulitkan orang lain.   Dengan bersikap ngambek mungkin seseorang ingin difahami keinginannya, namun dia tidak mau atau tidak bisa berterus terang (tidak mushorohah), dengan ’ambeknya’ itu dia bermaksud memberi pelajaran kepada orang-orang tentang sesuatu yang tidak disukainya. Ngambek juga  bisa terjadi  karena sesuatu yang ideal yang diinginkan tidak tercapai.  Seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan, atau seseorang yang tidak dapat mencapai pringkat juara, lantas dia pun ngambek. Dalam konteks organisasi, sikap ngambek biasanya terjadi ketika pendapat seseorang tidak diamini, atau ketika jabatannya digeser dalam struktur kepengurusan.  juga karena kondisi ideal yang dia harapkan tidak ditemukan sementara dia tidak sabar menunggu kondisi ideal itu dapat tercapai. Alih-alih dapat memperbaiki, justeru dengan sikap ngambek akan memperparah keadaan, bagi yang ngambek akan merugikan dirinya sendiri apalagi melampiaskan ngambeknya itu dengan mengundurkan diri dari kebersamaan orang-orang soleh dan bergabung dengan barisan syaitan. Namun sebliknya bagi seorang syaikh atau murobbi atau seorang pendidik yang bijak dapat mencermati gejala ini dan dapat membujuk anak buahnya yang ngambek sehingga dapat berterus terang dan dapat kembali ke asolah da’wah ini, jangan justeru bersikap ngambek juga. Kalau  anak buahnya ngambek dan pemimpinnya ngambek juga, maka jadilah organisasi itu kumpulan orang-orang ngambek.
Sebenarnya sah-sah saja bila seseorang ingin ngambek, karena hal itu berkaitan dengan karakternya Namun sebagaimana misi diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, maka sebagai seorang muslim apalagi sebagai da’i ilallah, semestinya seseorang ketika telah mengislamkan diri  juga mengislamkan karakternya itu – termsuk ngambek - sehingga sesuai dengan fitrah islam. Seperti halnya dengan marah, adalah juga hak seseorang untuk marah, Tapi kita harus ingat bahwa Rasulullah SAW telah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW telah memberikan wasiat kepada kita melalui jawaban atas  permintaan nasihat oleh salah seorang sahabat. Sahabat itu mengatakan:”Berikanlah kepadakau sebuah wasiat” Nabi SAW   bersabda: ”Janganlah engkau marah ” Beliau pun mengulangi kalimat itu beberapa kali.
 Bila seseorang marah maka tertutuplah segala pintu kebaikan dalam dirinya, akalnya menjadi buntu, yang dia tahu hanyalah  terpenuhi tuntutan hawa nafsunya. Syaitan pun masuk melalui pintu amarah ini, menguasai dirinya dan mempermainkannya seperti anak kecil mempermainkan bola, menendangnya ke sana ke mari. Ibunu Qudamah menulis dalam bukunya  Mukhtashar Minhajul Qosidin : Ketahuilah bahwa marah merupakan bara dari api neraka. Selagi manusia disusupi marah, berarti dia disusupi syaitan, yang pernah berkata: ”Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah (al-A’raf: 12). Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Abdullah bin Umar RA sesungguhnya dia bertanya kepada Nabi SAW: ”Apa yang dapat menjauhkanku dari kemurkaan Allah Azza Wajalla?” Dia menjawab, ”Janganlah marah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar